PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA ASING ASAL VIETNAM
YANG MENGALAMI CULTURE SHOCK
DI UIN SUSKA RIAU
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari hubungan dengan orang lain. Manusia
selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Individu memerlukan hubungan
antara dirinya dan lingkungannya, tanpa hal ini individu bukanlah individu
lagi. Untuk menghadapi dunia sekitar individu tidak bersifat pasif melainkan
aktif, dimana individu berusaha untuk mempengaruhi, menguasai dan mengubah
dalam batasan-batasan kemungkinannya.
UIN
SUSKA (Universitas Uslam Negeri Sultan Syarif Kasim) sebagai Universitas yang
berlandaskan dengan islam dengan visi dan misi menjadi pusat pendidikan agama
islam termodern di Asia Tenggara dan Asia umumnya, banyak diminati oleh
mahasiswa asing. Karena selain mendapatkan ilmu umum ilmu agama juga tetap di
berikan kepada mahasiswa di setiap fakultas. Dengan kerjasama yang dilakukan
pihak UIN SUSKA sendri dengan perguruan tinggi di Asia Tenggara dan Asia pada
umunya menarik perhatian mahasiswa asing untuk melanjutkan pendidikan di UIN
SUSKA.
Perbedaan
budaya dan bahasa membuat mahasiswa asing ini mengalami sedikit kesulitan untuk
menyesuaikan diri di lingkungan baru. Masalah yang sering di alami adalah
terhambatnya komunikasi karena perbedaan bahasa.
RUMUSAN MASALAH
Penelitian
ini menggunakan pertanyaan penelitian :
1. Bagaimana
penyesuaian diri yang di lakukan oleh mahasiswa asing asal Vietnam ?
2. Apa
saja kendala yang di temui oleh mahasiswa asing asal Vietnam untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya ?
3. Bagaimana
bentuk strategi koping untuk mengatasi masalah psikologis terhadap penyesuaian
diri ?
MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Penelitian
ini di lakukan untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Psikologi Kualitatif.
Riset mini ini di harapkan dapat memberikan gambaran mengenai penelitian kualitatif.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian
ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai penelitian kualitatif.
Selain itu untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi koping penyesuaian diri pada
mahasiswa asing asal Vietnam yang mengalami culture
shock.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Penyesuaian
Diri
1. Pengertian
Penyesuaian Diri
Tingkah laku manusia
dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan
lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya.
Semua makhluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya
sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam
agar dapat bertahan hidup.
Menurut Scheneiders
(dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi
tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme
psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990)
mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu
dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi dan emosional. Namun
menurut Lazarus (1976), Haber & Runyon (1984), Atwater (1983), Powell
(1983), Martin & Osborne (1989) dan Hollander (1981) penyesuaian diri
adalah suatu proses perubahan dalam diri dan lingkungan dimana individu harus
dapat mempelajari tindakan atau sikap baru untuk hidup dan menghadapi keadaan
tersebut sehingga tercapai kepuasan dalam diri, hubungan dengan orang lain dan
lingkungan sekitar. Menurut Davidoff, 1991) Adjustment
merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan
tuntutan lingkungan.
Dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk
mengubah perilaku untuk memperoleh hubungan yang serasi antara diri dan
lingkungan, bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa
puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya. Manusia di tuntut untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam
sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk
terus-menerus menyesuaikan diri.
2. Aspek-aspek
Penyesuaian Diri
Schneiders (1964)
mengungkap bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi tujuh aspek, yaitu :
a. Tidak
terdapat emosionalitas yang berlebih
Aspek pertama
menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang
memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat
menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan
berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih pada control emosi ketika
menghadapi situasi tertentu.
b. Tidak
terdapat mekanisme psikologis
Aspek kedua menjelaskan
pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal dari
pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan
diri yang di sertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu di
kategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang di alami dan berusaha
kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami
gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa
tujuan tersebut tidak berharga untuk di capai.
c. Tidak
terdapat perasaan frustasi personal
Penyesuaian dikatakan
normal ketika seseorang bebas dari frustasi personal. Perasaan frustasi membuat
seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah.
Individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan
tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan
berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang
menuntut penyelesaian.
d. Kemampuan
untuk belajar
Proses dari penyesuaian
yang normal bisa diidentifikasikan dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam
pemecahan situasi yang penuh dengan konflik, frustasi atau stres. Penyesuaian
normal yang ditujukkan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari
perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik
dan stres.
e. Pemanfaatan
pengalaman masa lalu
Dalam proses
pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Ini
merupakan salah satu cara dimana organism belajar. Individu dapat menggunakan
pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu
dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan
mengganggu penyesuaiannya.
f. Sikap
realistik dan objektif
Penyesuaian yang normal
secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif. Sikap yang
realistik dan objektif adalah berdasarkan pembelajaran, pengalaman masa lalu,
pemikiran rasional mampu menilai situasi, masalah atau keterbatasan personal
seperti apa adanya. Sikap yang realistik bersumber pada pemikiran yang
rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai
dengan kenyataan sebenarnya.
g. Pertimbangan
rasional dan pengarahakan diri
Individu memiliki
kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik
secara kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk
memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang
normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila
individu di kuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi
yang menimbulkan konflik.
3. Tahapan
penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri
terdiri dari beberapa tahap dan fase tertentu. Diantaranya adalah :
a. Fase
induksi, yaitu dimana individu mengorganisasikan lapangan atau stimulkus yang
berkaitan dengan tujuan yang di capai.
b. Fase
reformasi, yaitu dimana individu masuk dalam kelompok/situasi yang baru dan
individu merasa ragu-ragu tapi akhirnya mengambil keputusan.
c. Fase
integrasi, yaitu dimana individu merasa tidak ada lagi batas antara ia dan
kelompok/situasi baru.
B.
Culture
Shock
1. Pengertian
Culture Shock
Adlrer mendefinisikan culture shock sebagai suatu set reaksi emosional terhadap hilangnya
penguat dari lingkungan individu tersebut, dan digantikan dengan stimulus
kebudayaan baru yang memiliki sedikit arti, dan menyebabkan kesalahpahaman
dengan kebudayaan baru, dan dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, mudah
marah, dan ketakutan akan di tipu, di lukai atau di acuhkan. Culture shock bukan istilah klinis
ataupun kondisi medis. Culture shock
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan
ragu-ragu yang mungkin dialami seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang
dikenalnya untuk tinggal di busaya yang baru dan berbeda (Kingsley dan Dakhari,
2006). Culture shock adalah
reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi dimana individu mengalami
keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang
menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas cultural dan menimbulkan
kecemasan temporer yang tidak beralasan (Gudykunst dan Kim, 2003).
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di
atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa culture
shock merupaka reaksi individu yang bersifat temporer, baik fisik maupun
psikis, yang muncul karena perbedaan budaya ketika individu berpindah dari
negara atau tempat asalnya ke negara lain atau tempat lain.
2. Faktor
yang mempengaruhi Culture shock
Parrillo (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi culture shock yaitu :
a. Faktor
intrapersonal termasuk keterampilan (keterampilan komunikasi), pengalaman
sebelumnya (dalam setting lintas budaya), trait personal (mandiri atau
toleransi) dan akses ke sumber daya. Karakteristik fisik seperti penampilan,
umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi juga mempengaruhi. Penelitian
menunjukkan umur dan jenis kelamin berhubungan dengan culture shock yang lebih tinggi dari pada individu yang lebih tua
dan wanita lebih mengalami culture shock
daripada pria (Kazantzis, 1995).
b. Variasi
budaya mempengaruhi transisi dari suatu budaya ke budaya lain. Culture shock lebih cepat di alami jika
budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat
istiadat, agama, pendidikan, norm dalam masyarakt, dan bahasa. Bochner (2003)
menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi,
semakin sulit kedua individu tersebut membangun dan memelihara hubungan yang
harmonis. Paderson (1995) menyatakan bahwa semakin beda antar dua budaya, maka
interaksi sosial dengan mahasiswa lokal akan semakin rendah
c. Manifestasi
sosial politik juga mempengaruhi culture
shock.
3. Dampak
culture shock
Setiap individu berbeda
dalam hal menghadapi culture shock,
namun terdapat beberapa gejala yang umum di alami. Beberapa ahli mengemukakan
gejala-gejala umum yang muncul, antara lain adalah makan yang berlebihan,
kesulitan tidur, takut kontak fisik dengan penduduk local, merasa sendiri,
tidak nyaman dan menolak budaya baru, ketakutan di tipu, merasa diperlakukan
berbeda, kekhawatiran yang berlebihan, merindukan kebiasaan hidup di negara
asal dan akhirnya keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman. Taft
mengidentifikasi sejumlah gejala umum, yaitu :
a. Cultural fatigue,
dimanifestasikan melalui insomnia, mudah marah dan gangguan psikosomatis
lainnya.
b. Perasaan
kehilangan karena berpisah dari lingkungan yang familiar.
c. Penolakan
individu terhadap anggota dari lingkungan baru.
d. Perasaan
tidak mampu karena tidak mampu menghadapi keasingan lingkungan secara kompeten.
C. Vietnam
Vietnam
adalah negara tropis dengan dataran rendah, perbukitan dan berhutan lebat di
dataran tinggi. Negara ini dibagi ke dalam dataran tinggi dan Red River Delta di utara, dan Giai Anank
Truong (pusat pegunungan atau Chaine
Annamitique). Vietnam terdiri dari beberapa kelompok etnis dominan, seperti
Cina, Hmong, Thailand, Khmer, Cham, dan Montagnard, dimana kelompok pribumi
tinggal di pusat dataran tinggi.
Bahasa
yang digunakan adalah bahasa resmi Vietnam. Romanisasi diperkenalkan oleh
Perancis selama periode penjajahan dan bahasa Inggris diterima sebagai bahasa
kedua. Bahasa lain yang digunakan adalah bahasa Cina, Khmer, dan dialek daerah
pegunungan. Mayoritas penduduk menganut agama Budda dan Katolik. Agama lain
yang di anut adalah Cao Dai, Hoa Hao, Protestan dan Islam.
D. Riau
Provinsi
Riau terdiri dari daerah daratan dan daerah kepulauan. Kedua dareah tersebut
disebut dengan Riau daratan dan Riau Kepulauan. Riau kepulauan hanya terdiri
dari satu Kabupaten saja, yaitu kabupaten Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung
Pinang. Riau daratan sebagian besar terdiri dari hutan-hutan, juga terdapat
rawa-rawa, bencah-bencah, tasik-tasik dan danau-danau. Pada umunya Riau daratan
ini merupakan tanah rendah dan bukit-bukit yang terdapat dekat perbatasan
dengan daerah Sumatera Barat dan Tapanuli.
Penduduk
Riau pada umunya adalah pemeluk agama Islam yang taat, tetapi dalam kehidupan
sehar-hari pengaruh animism dan dinamisme masih cukup kuat dapat dilihat dari
kegiatan mereka sehari-hari mulai dari mrlangkah meninggalkan rumah, dalam
kegiatan diladang, di hutan banyak di temui pantangan-pantangan.
Di
kampung-kampung penduduk saling mengenal satu sama lain, karena masyarakt
kampung memiliki rasa keteriktatan antara satu sama lainnya. Kerukunan
merupakan cirri khas dari masyarakat-masyarakat kampung tersebut. Kerukunan ini
bukan disebabkan adanya paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi yang keras,
tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma yang
hidup dimasyarakat itu. Norma bersifat lebih besar pengaruhnya, sehingga jarang
dijumpai adanya pertikaian dan sengketa.
E. Culture Shock
Pada Mahasiswa Asing Asal Vietnam
Seperti
yang telah disebutkan bahwa mahasiswa asing asal Vietnam yang kuliah di UIN
SUSKA RIAU ini mengalami beberapa gejala culture
shock, seperti perasaan cemas di karenakan keterbatasan bahasa yang
dimiliki, perbedaan makanan dan kehidupan sosial. Dan kesulitan ini di tambah
lagi dengan proses pembelajaran yang mereka jalani di kampus. Di UIN dosen
menjelaskan materi perkuliahan menggunakan bahasa Indonesa. Dan
mahasiswa-mahasiswa asing ini tidak memiliki dasar bahasa Indonesia selain itu
bahasa Inggris yang mereka kuasai juga sangat minim sekali. Hal ini menjadi
semacam pembatas yang memisahkan mereka dengan lingkungan baru.
F. Penyesuaian
Diri Pada Mahasiswa Asing Asal Vietnam
Berdasarkan
hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan subjek, penyesuaian diri yang
dilakukan oleh mahasiswa asing tersebut berupa latihan yang dilakukan dengan
teman-temanya yang merupakan senior sesama dari Vietnam maupun teman-teman yang
merupakan mahasiswa lokal. Selain itu juga dengan catatan kecil mengenai
pembendaharaan kata baru yang di butuhkan seta dengan melakukan sosialisasi
dengan lingkungan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Desain
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan untuk mengungkap penyesuaian diri dan mengurangi atau menghilangkan
dampak dari culture shock. Penelitian
ini menggunakan netode kualitatif yang merupakan desain penelitian yang
bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi seting
penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena.
Alasan menggunakan
metode kualitatif adalah berdasarkan pendapat Alsa (2003) yaitu penelitian
kualitatif umunya dipakai apabila peneliti tertarik untuk mengeksplorasi dan
memahami satu fenomena sentral, seperti proses atau peristiwa.
Data yang diperoleh
dalam penelitian ini berbentuk rangkaian kata dan kalimat, bukan rangkaian
angka. Peneliti menggunakan metode wawancara langsung dan wawancara tidak
langsung untuk mengumpulkan dan memperoleh informasi.
B. Subjek
Penelitian
Subjek penelitian
adalah 2 orang mahasiswa asing yang berasal dari Vietnam yang masih mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan diri di lingkungan.
C. Metode
Pengumpulan Data
1. Wawancara
langsung.
2. Wawancara
tidak langsung.
D. Metode
Analisis Data
Tekhnik analisis data
kualitatif dilakukan sesuai dengan pendekatan studi kasus, sehingga analisis
data yang digunakan dengan cara menelaah jawaban-jawaban yang diberikan oleh
subjek. Jawaban-jawaban tersebut diorganisir dengan cara mengidentifikasikan sesuai
dengan tujuan-tujuan penelitian.
BAB
IV
PELAKSANAAN
PENELITIAN, HASIL PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
A. Persiapan
Penelitian
Langkah awal dari
penelitian ini adalah mengumpulkan dan mempelajari sejumlah literatur baik dari
buku, jurnal maupun artikel yang berkaitan dengan penyesuaian diri mahasiswa
asing dengan culture shock. Sebelum
penelitian di lakukan, peneliti
mempersiapkan instrumen yang akan digunakan, yaitu alat perekam, pedoman
wawancara, bolpoin, buku catatan, dan instrumen lainnya untuk menunjang
kelancaran jalannya penelitian. Kemudian peneliti mencari subjek yang memenuhi
kriteria.
B. Pelaksanaan
Penelitian
Peneliti menggunakan
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia untuk dapat berkomunikasi dengan subjek,
agar tidak terjadi misunderstanding
antara peneliti dan subjek, karena subjek belum bisa berbahasa Indonesia dengan
tepat.
Sebelum wawancara
dilakukan, peneliti membuat kesepakatan terlebih dahulu mengenai waktu dan
tempat pelaksanaan wawancara, untuk memperlancar proses terjadinya wawancara. Wawancara
di lakukan pada tanggal 21 Desember dan tanggal 12 Januari 2013.
C. Hasil
Penelitian
Berdasarkan hasil
wawancara yang telah peneliti lakukan, diperoleh fokus masalah yang di alami
mahasiswa asing adalah mengenai bahasa. Karena di di UIN SUSKA sendiri
mahasiswa wajib mempelajari bahasa Inggris dan bahasa Arab, dan untuk mahasiswa
asing tersebut juga harus mempelajari bahasa Indonesia agar dapat
bersosialisasi dengan penduduk lokal, khususnya mahasiswa lokal dan dosen yang
mengajar.
D. Pembahasan
Penyesuaian diri yang
dilakukan oleh mahasiswa asing asal Vietnam termasuk pada penyesuaian diri yang
baik karena meliputi tujuh aspek penyesuaian diri, yang telah di sebutkan,
yaitu :
a. Tidak
terdapat emosionalitas yang berlebih
Perbedaan kehidupan
sosial dari negara asal dengan negara yang baru membuat individu mengalami culture shock, tetapi dengan batas yang
wajar. Karena individu dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Sehingga tidak
terdapat masalah emosionalitas yang berlebihan.
.
b. Tidak
terdapat mekanisme psikologis
Terlihat dari
usaha-usaha yang dilakukan individu untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang
ada. Karena individu dapat merespon dengan baik stimulus lingkungan yang datang
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
c. Tidak
terdapat perasaan frustasi personal
Dari hasil wawancara
yang peneliti lakukan tidak terdapat perasaan frustasi yang di alami oleh
subjek.
d. Kemampuan
untuk belajar
Subjek telah berhasil
menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan mahasiswa dan penduduk lokal,
karena subjek telah menguasai Bahasa Indonesia dengan baik.
e. Pemanfaatan
pengalaman masa lalu
Berdasarkan pengalaman
yang di alaminya pada awal datang ke Indonesia, kemudian subjek belajar untuk
membentuk komunikasi yang baik. Karena ketika misunderstanding terjadi, tujuan dari komunikasi tidak tercapai.
f. Sikap
realistik dan objektif
Subjek bersikap realistik dan
objektif terhadap lingkungannya yang baru dengan menyesuaikan diri pada
lingkungan yang apa adanya.
Menurut
Prof. Dr. Musthafa Fahmi (1977) penyesuaian diri adalah proses dinamik terus
menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang
lebih serasi antara diri dan lingkungan. Dan berdasarkan pengertian ini di
peroleh faktor batasan bahwa individu membuat hubungan yang memuaskan antara
orang dan lingkungannya. Dan hal ini terbukti dengan fakta yang peneliti
temukan di lapangan bahwa individu yang mampu menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik meski belum tepat dapat memberikan kepuasan kepada orang-orang
disekitarnya khusus kepada dirinya sendiri. Dengan kemampuannya ini ia dapat
membentuk komunikasi yang baik dan dapat mencapai tujuan dari komunikasi.
Culture shock
|
New culture
e
|
Penyesuaian diri
|
Individu + native culture
|
bertemu mengalami dilakukan
Baik bila memenuhi ke-7 aspek penyesuaian diri
|
Buruk bila tidak memenuhi ke-7 aspek penyesuaian diri
|
BAB V
KESIMPULAN
Penyesuaian
yang dilakukan oleh mahasiswa asing asal Vietnam termasuk pada penyesuaian yang
baik karena mereka dapat dengan cepat menerima keadaan atau lingkungan yang
sangat berbeda dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Meski pada awalnya
mereka mengalami culture shock
terutama mengenai bahasa dan makanan, mereka mencari penyelesaian dengan
belajar bahasa Indonesia agar dapat berkomunikasi dengan mahasiswa dan penduduk
lokal. Dan mereka juga menyesuaikan dengan makanan-makanan nusantara yang sama
sekali berbeda, yang mana tidak bisa mereka makan pada saat pertama kali berada
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmy,
Mustafa. (1982). Penyesuaian Diri : Pengertian dan Pengertiannya dalam Kesehatan
Mental. Jakarta : Bulan Bintang Jakarta
Fahmy,
Mustafa. (1977). Kesehatan Jiwa I.
Jakarta : Bulan Bintang Jakarta
Fahmy,
Mustafa. (1983). Kesehatan Jiwa II.
Jakarta : Bulan Bintang Jakarta
Ahmadi,
Abu. (1991). Psikologi Sosial.
Jakarta : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar