Jumat, 31 Mei 2013

Penelitian Mini Kualitatif



PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA ASING ASAL VIETNAM
YANG MENGALAMI CULTURE SHOCK
 DI UIN SUSKA RIAU



BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari hubungan dengan orang lain. Manusia selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Individu memerlukan hubungan antara dirinya dan lingkungannya, tanpa hal ini individu bukanlah individu lagi. Untuk menghadapi dunia sekitar individu tidak bersifat pasif melainkan aktif, dimana individu berusaha untuk mempengaruhi, menguasai dan mengubah dalam batasan-batasan kemungkinannya.
UIN SUSKA (Universitas Uslam Negeri Sultan Syarif Kasim) sebagai Universitas yang berlandaskan dengan islam dengan visi dan misi menjadi pusat pendidikan agama islam termodern di Asia Tenggara dan Asia umumnya, banyak diminati oleh mahasiswa asing. Karena selain mendapatkan ilmu umum ilmu agama juga tetap di berikan kepada mahasiswa di setiap fakultas. Dengan kerjasama yang dilakukan pihak UIN SUSKA sendri dengan perguruan tinggi di Asia Tenggara dan Asia pada umunya menarik perhatian mahasiswa asing untuk melanjutkan pendidikan di UIN SUSKA.
Perbedaan budaya dan bahasa membuat mahasiswa asing ini mengalami sedikit kesulitan untuk menyesuaikan diri di lingkungan baru. Masalah yang sering di alami adalah terhambatnya komunikasi karena perbedaan bahasa.

RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini menggunakan pertanyaan penelitian :
1.      Bagaimana penyesuaian diri yang di lakukan oleh mahasiswa asing asal Vietnam ?
2.      Apa saja kendala yang di temui oleh mahasiswa asing asal Vietnam untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya ?
3.      Bagaimana bentuk strategi koping untuk mengatasi masalah psikologis terhadap penyesuaian diri  ?

MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini di lakukan untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Psikologi Kualitatif. Riset mini ini di harapkan dapat memberikan gambaran mengenai penelitian kualitatif.

MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai penelitian kualitatif. Selain itu untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi koping penyesuaian diri pada mahasiswa asing asal Vietnam yang mengalami culture shock.










BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.    Penyesuaian Diri

1.      Pengertian Penyesuaian Diri
Tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua makhluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup.
Menurut Scheneiders (dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi dan emosional. Namun menurut Lazarus (1976), Haber & Runyon (1984), Atwater (1983), Powell (1983), Martin & Osborne (1989) dan Hollander (1981) penyesuaian diri adalah suatu proses perubahan dalam diri dan lingkungan dimana individu harus dapat mempelajari tindakan atau sikap baru untuk hidup dan menghadapi keadaan tersebut sehingga tercapai kepuasan dalam diri, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Menurut Davidoff, 1991) Adjustment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan.

Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku untuk memperoleh hubungan yang serasi antara diri dan lingkungan, bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya. Manusia di tuntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.

2.      Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Schneiders (1964) mengungkap bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi tujuh aspek, yaitu :
a.       Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih
Aspek pertama menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih pada control emosi ketika menghadapi situasi tertentu.
b.      Tidak terdapat mekanisme psikologis
Aspek kedua menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang di sertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu di kategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang di alami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk di capai.
c.       Tidak terdapat perasaan frustasi personal
Penyesuaian dikatakan normal ketika seseorang bebas dari frustasi personal. Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang mengalami frustasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
d.      Kemampuan untuk belajar
Proses dari penyesuaian yang normal bisa diidentifikasikan dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam pemecahan situasi yang penuh dengan konflik, frustasi atau stres. Penyesuaian normal yang ditujukkan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.
e.       Pemanfaatan pengalaman masa lalu
Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Ini merupakan salah satu cara dimana organism belajar. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya.
f.       Sikap realistik dan objektif
Penyesuaian yang normal secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif. Sikap yang realistik dan objektif adalah berdasarkan pembelajaran, pengalaman masa lalu, pemikiran rasional mampu menilai situasi, masalah atau keterbatasan personal seperti apa adanya. Sikap yang realistik bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
g.      Pertimbangan rasional dan pengarahakan diri
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik secara kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu di kuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.

3.      Tahapan penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri terdiri dari beberapa tahap dan fase tertentu. Diantaranya adalah :
a.       Fase induksi, yaitu dimana individu mengorganisasikan lapangan atau stimulkus yang berkaitan dengan tujuan yang di capai.
b.      Fase reformasi, yaitu dimana individu masuk dalam kelompok/situasi yang baru dan individu merasa ragu-ragu tapi akhirnya mengambil keputusan.
c.       Fase integrasi, yaitu dimana individu merasa tidak ada lagi batas antara ia dan kelompok/situasi baru.

B.     Culture Shock

1.      Pengertian Culture Shock
Adlrer mendefinisikan culture shock sebagai suatu set reaksi emosional terhadap hilangnya penguat dari lingkungan individu tersebut, dan digantikan dengan stimulus kebudayaan baru yang memiliki sedikit arti, dan menyebabkan kesalahpahaman dengan kebudayaan baru, dan dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, mudah marah, dan ketakutan akan di tipu, di lukai atau di acuhkan. Culture shock bukan istilah klinis ataupun kondisi medis. Culture shock merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang mungkin dialami seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di busaya yang baru dan berbeda (Kingsley dan Dakhari, 2006). Culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi dimana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas cultural dan menimbulkan kecemasan temporer yang tidak beralasan (Gudykunst dan Kim, 2003).
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa culture shock merupaka reaksi individu yang bersifat temporer, baik fisik maupun psikis, yang muncul karena perbedaan budaya ketika individu berpindah dari negara atau tempat asalnya ke negara lain atau tempat lain.

2.      Faktor yang mempengaruhi Culture shock
Parrillo (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi culture shock yaitu :
a.       Faktor intrapersonal termasuk keterampilan (keterampilan komunikasi), pengalaman sebelumnya (dalam setting lintas budaya), trait personal (mandiri atau toleransi) dan akses ke sumber daya. Karakteristik fisik seperti penampilan, umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi juga mempengaruhi. Penelitian menunjukkan umur dan jenis kelamin berhubungan dengan culture shock yang lebih tinggi dari pada individu yang lebih tua dan wanita lebih mengalami culture shock daripada pria (Kazantzis, 1995).
b.      Variasi budaya mempengaruhi transisi dari suatu budaya ke budaya lain. Culture shock lebih cepat di alami jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat istiadat, agama, pendidikan, norm dalam masyarakt, dan bahasa. Bochner (2003) menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua individu tersebut membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Paderson (1995) menyatakan bahwa semakin beda antar dua budaya, maka interaksi sosial dengan mahasiswa lokal akan semakin rendah
c.       Manifestasi sosial politik juga mempengaruhi culture shock.

3.      Dampak culture shock
Setiap individu berbeda dalam hal menghadapi culture shock, namun terdapat beberapa gejala yang umum di alami. Beberapa ahli mengemukakan gejala-gejala umum yang muncul, antara lain adalah makan yang berlebihan, kesulitan tidur, takut kontak fisik dengan penduduk local, merasa sendiri, tidak nyaman dan menolak budaya baru, ketakutan di tipu, merasa diperlakukan berbeda, kekhawatiran yang berlebihan, merindukan kebiasaan hidup di negara asal dan akhirnya keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman. Taft mengidentifikasi sejumlah gejala umum, yaitu :
a.       Cultural fatigue, dimanifestasikan melalui insomnia, mudah marah dan gangguan psikosomatis lainnya.
b.      Perasaan kehilangan karena berpisah dari lingkungan yang familiar.
c.       Penolakan individu terhadap anggota dari lingkungan baru.
d.      Perasaan tidak mampu karena tidak mampu menghadapi keasingan lingkungan secara kompeten.

C.     Vietnam
Vietnam adalah negara tropis dengan dataran rendah, perbukitan dan berhutan lebat di dataran tinggi. Negara ini dibagi ke dalam dataran tinggi dan Red River Delta di utara, dan Giai Anank Truong (pusat pegunungan atau Chaine Annamitique). Vietnam terdiri dari beberapa kelompok etnis dominan, seperti Cina, Hmong, Thailand, Khmer, Cham, dan Montagnard, dimana kelompok pribumi tinggal di pusat dataran tinggi.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa resmi Vietnam. Romanisasi diperkenalkan oleh Perancis selama periode penjajahan dan bahasa Inggris diterima sebagai bahasa kedua. Bahasa lain yang digunakan adalah bahasa Cina, Khmer, dan dialek daerah pegunungan. Mayoritas penduduk menganut agama Budda dan Katolik. Agama lain yang di anut adalah Cao Dai, Hoa Hao, Protestan dan Islam.


D.    Riau
Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan daerah kepulauan. Kedua dareah tersebut disebut dengan Riau daratan dan Riau Kepulauan. Riau kepulauan hanya terdiri dari satu Kabupaten saja, yaitu kabupaten Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang. Riau daratan sebagian besar terdiri dari hutan-hutan, juga terdapat rawa-rawa, bencah-bencah, tasik-tasik dan danau-danau. Pada umunya Riau daratan ini merupakan tanah rendah dan bukit-bukit yang terdapat dekat perbatasan dengan daerah Sumatera Barat dan Tapanuli.
Penduduk Riau pada umunya adalah pemeluk agama Islam yang taat, tetapi dalam kehidupan sehar-hari pengaruh animism dan dinamisme masih cukup kuat dapat dilihat dari kegiatan mereka sehari-hari mulai dari mrlangkah meninggalkan rumah, dalam kegiatan diladang, di hutan banyak di temui pantangan-pantangan.
Di kampung-kampung penduduk saling mengenal satu sama lain, karena masyarakt kampung memiliki rasa keteriktatan antara satu sama lainnya. Kerukunan merupakan cirri khas dari masyarakat-masyarakat kampung tersebut. Kerukunan ini bukan disebabkan adanya paksaan dari luar berupa sangsi-sangsi yang keras, tetapi memang timbul dari hati nurani yang dipengaruhi oleh norma-norma yang hidup dimasyarakat itu. Norma bersifat lebih besar pengaruhnya, sehingga jarang dijumpai adanya pertikaian dan sengketa.

E.     Culture Shock Pada Mahasiswa Asing Asal Vietnam
Seperti yang telah disebutkan bahwa mahasiswa asing asal Vietnam yang kuliah di UIN SUSKA RIAU ini mengalami beberapa gejala culture shock, seperti perasaan cemas di karenakan keterbatasan bahasa yang dimiliki, perbedaan makanan dan kehidupan sosial. Dan kesulitan ini di tambah lagi dengan proses pembelajaran yang mereka jalani di kampus. Di UIN dosen menjelaskan materi perkuliahan menggunakan bahasa Indonesa. Dan mahasiswa-mahasiswa asing ini tidak memiliki dasar bahasa Indonesia selain itu bahasa Inggris yang mereka kuasai juga sangat minim sekali. Hal ini menjadi semacam pembatas yang memisahkan mereka dengan lingkungan baru.

F.      Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Asing Asal Vietnam       
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan subjek, penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa asing tersebut berupa latihan yang dilakukan dengan teman-temanya yang merupakan senior sesama dari Vietnam maupun teman-teman yang merupakan mahasiswa lokal. Selain itu juga dengan catatan kecil mengenai pembendaharaan kata baru yang di butuhkan seta dengan melakukan sosialisasi dengan lingkungan.






 

 











BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap penyesuaian diri dan mengurangi atau menghilangkan dampak dari culture shock. Penelitian ini menggunakan netode kualitatif yang merupakan desain penelitian yang bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi seting penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena.
Alasan menggunakan metode kualitatif adalah berdasarkan pendapat Alsa (2003) yaitu penelitian kualitatif umunya dipakai apabila peneliti tertarik untuk mengeksplorasi dan memahami satu fenomena sentral, seperti proses atau peristiwa.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berbentuk rangkaian kata dan kalimat, bukan rangkaian angka. Peneliti menggunakan metode wawancara langsung dan wawancara tidak langsung untuk mengumpulkan dan memperoleh informasi.
B.     Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah 2 orang mahasiswa asing yang berasal dari Vietnam yang masih mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri di lingkungan.
C.     Metode Pengumpulan Data
1.      Wawancara langsung.
2.      Wawancara tidak langsung.
D.    Metode Analisis Data
Tekhnik analisis data kualitatif dilakukan sesuai dengan pendekatan studi kasus, sehingga analisis data yang digunakan dengan cara menelaah jawaban-jawaban yang diberikan oleh subjek. Jawaban-jawaban tersebut diorganisir dengan cara mengidentifikasikan sesuai dengan tujuan-tujuan penelitian.

BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN, HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN

A.    Persiapan Penelitian
Langkah awal dari penelitian ini adalah mengumpulkan dan mempelajari sejumlah literatur baik dari buku, jurnal maupun artikel yang berkaitan dengan penyesuaian diri mahasiswa asing dengan culture shock. Sebelum penelitian di  lakukan, peneliti mempersiapkan instrumen yang akan digunakan, yaitu alat perekam, pedoman wawancara, bolpoin, buku catatan, dan instrumen lainnya untuk menunjang kelancaran jalannya penelitian. Kemudian peneliti mencari subjek yang memenuhi kriteria.
B.     Pelaksanaan Penelitian
Peneliti menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia untuk dapat berkomunikasi dengan subjek, agar tidak terjadi misunderstanding antara peneliti dan subjek, karena subjek belum bisa berbahasa Indonesia dengan tepat.
Sebelum wawancara dilakukan, peneliti membuat kesepakatan terlebih dahulu mengenai waktu dan tempat pelaksanaan wawancara, untuk memperlancar proses terjadinya wawancara. Wawancara di lakukan pada tanggal 21 Desember dan tanggal 12 Januari 2013.
C.     Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan, diperoleh fokus masalah yang di alami mahasiswa asing adalah mengenai bahasa. Karena di di UIN SUSKA sendiri mahasiswa wajib mempelajari bahasa Inggris dan bahasa Arab, dan untuk mahasiswa asing tersebut juga harus mempelajari bahasa Indonesia agar dapat bersosialisasi dengan penduduk lokal, khususnya mahasiswa lokal dan dosen yang mengajar.



D.    Pembahasan
Penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa asing asal Vietnam termasuk pada penyesuaian diri yang baik karena meliputi tujuh aspek penyesuaian diri, yang telah di sebutkan, yaitu :
a.       Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih
Perbedaan kehidupan sosial dari negara asal dengan negara yang baru membuat individu mengalami culture shock, tetapi dengan batas yang wajar. Karena individu dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Sehingga tidak terdapat masalah emosionalitas yang berlebihan.
.
b.      Tidak terdapat mekanisme psikologis
Terlihat dari usaha-usaha yang dilakukan individu untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang ada. Karena individu dapat merespon dengan baik stimulus lingkungan yang datang dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

c.       Tidak terdapat perasaan frustasi personal
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan tidak terdapat perasaan frustasi yang di alami oleh subjek.

d.      Kemampuan untuk belajar
Subjek telah berhasil menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan mahasiswa dan penduduk lokal, karena subjek telah menguasai Bahasa Indonesia dengan baik.

e.       Pemanfaatan pengalaman masa lalu
Berdasarkan pengalaman yang di alaminya pada awal datang ke Indonesia, kemudian subjek belajar untuk membentuk komunikasi yang baik. Karena ketika misunderstanding terjadi, tujuan dari komunikasi tidak tercapai.

f.       Sikap realistik dan objektif
Subjek bersikap realistik dan objektif terhadap lingkungannya yang baru dengan menyesuaikan diri pada lingkungan yang apa adanya.
           
Menurut Prof. Dr. Musthafa Fahmi (1977) penyesuaian diri adalah proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan. Dan berdasarkan pengertian ini di peroleh faktor batasan bahwa individu membuat hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungannya. Dan hal ini terbukti dengan fakta yang peneliti temukan di lapangan bahwa individu yang mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik meski belum tepat dapat memberikan kepuasan kepada orang-orang disekitarnya khusus kepada dirinya sendiri. Dengan kemampuannya ini ia dapat membentuk komunikasi yang baik dan dapat mencapai tujuan dari komunikasi.
Culture shock
New culture e
Penyesuaian diri
Individu + native culture
Berikut adalah bagan dinamika psikologis mahasiswa asing yang mengalami culture shock dan melakukan penyesuaian diri yang baik :
                         bertemu                      mengalami                      dilakukan
 

                                                                       
Baik bila memenuhi ke-7 aspek penyesuaian diri
Buruk bila tidak memenuhi ke-7 aspek penyesuaian diri
 




BAB V
KESIMPULAN

Penyesuaian yang dilakukan oleh mahasiswa asing asal Vietnam termasuk pada penyesuaian yang baik karena mereka dapat dengan cepat menerima keadaan atau lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Meski pada awalnya mereka mengalami culture shock terutama mengenai bahasa dan makanan, mereka mencari penyelesaian dengan belajar bahasa Indonesia agar dapat berkomunikasi dengan mahasiswa dan penduduk lokal. Dan mereka juga menyesuaikan dengan makanan-makanan nusantara yang sama sekali berbeda, yang mana tidak bisa mereka makan pada saat pertama kali berada di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Fahmy, Mustafa. (1982). Penyesuaian Diri : Pengertian dan Pengertiannya dalam Kesehatan Mental. Jakarta : Bulan Bintang Jakarta
Fahmy, Mustafa. (1977). Kesehatan Jiwa I. Jakarta : Bulan Bintang Jakarta
Fahmy, Mustafa. (1983). Kesehatan Jiwa II. Jakarta : Bulan Bintang Jakarta
Ahmadi, Abu. (1991). Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar