PSIKOLOGI ABNORMAL SEPANJANG
SEJARAH
Selama
beribu-ribu tahun para pemikir besar dunia dari Plato hingga pemikir zaman
terkini berusaha menjelaskan keanehan atau perilaku bermasalah pada manusia.
Manusia beranggapan bahwa ada agen-agen tertentu di luar tubuh yang
mempengaruhi perilaku, pikiran, dan emosi. Agen-agen dapat berupa dewa,
setan-setan, roh atau fenomena lain seperti bulan atau bintang. Selain itu,
sejak zaman Yunani kuno, pikiran manusia di anggap sebagai sesuatu yang
terpisah dari tubuh, meskupun banyak orang yang berpikir bahwa pikiran dapat
mempengaruhi tubuh dan tubuh dapat mempengaruhi pikiran.
Tiga
tema penting dalam menjelaskan gangguan psikologis yang muncul dalam sejarah,
yaitu pandangan bersifat mistis (supranatural), ilmiah (biologis) dan
humanisme. Penjelasan mistis dari gangguan psikologis memandang bahwa perilaku
abnormal pada manusia di dapat dari hasil pengaruh setan atau makhkluk halus
yang jahat. Penjelasan dari segi ilmiah memandang bahwa perilaku tersebut
terjadi karena adanya penyebab yang alami, yaitu ketidak seimbangan biologis
atau tekanan emosional. Penjelasan humanisme memandang gangguan psikologis
sebagai hasil dari kekejaman, Penolakan atau kondisi hidup yang miskin. Ketegangan
antara tiga tema ini terjadi dalam sejarah.
Pandangan Mistis (Supranatural) :
Perilaku Abnormal Dianggap sebagai Pengaruh Jahat
Perilaku
menyimpang pernah di anggap sebagai refleksi pertempuran antara kebaikan dan
kejahatan ketika seseorang dihadapkan pada perilaku yang tidak masuk akal dan
tidak dapat di jelaskan, dan orang yang menderita tersebut tampak menderita dan
mengalami pergolakan didalam dirinya, maka orang akan mempersepsinya sebagai
roh jahat. Terdapat beberapa bukti arkeologi yang misterius. Pada tahun 8000
SM, selama zaman batu terdapat tengkorak yang memiliki lubang didalamnya.
Kemudian terdapat tulang yang disembuhkan dekat dengan lubang tersebut. Dapat
diindikasikan terjadi pembedahan pada orang-orang tersebut dan mereka dapat
diselamatkan.
Pembedahan
jenis ini di sebut trephining yang dilakukan sebagai cara untuk mengobati
gangguan psikologis. Beberapa teori yang orang-orang pikirkan adalah roh jahat
yang terperangkap dalam kepala menyebabkan perilaku abnormal dan melepaskan roh
jahat tersebut akan menyebabkan orang tersebut kembali normal. Trephining dapat
digunakan untuk mengobati masalah medis, karena efektif untuk menyembuhkan
beberapa gangguan psikologis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan psikologis
atau abnormalitas. Praktik trephining
tidak berakhir hanya pada zaman batu, namum juga dipraktikkan di seluruh dunia,
dari zaman prasejarah sampai abad ke-18 untuk tujuan yang bersifat magis sampai
medis.
Praktik
lain yang digunakan pada masa kuno adalah mengusir roh jahat melalui ritual
pengusiran setan. Prosedur dalam pengusiran ini lebih menyeruapi penyiksaan.
Orang yang kerasukan tersebut dicambuk, dipukul dan ditangani dengan cara-cara
ekstrem dengan maksud mengusir roh jahat untuk pergi. Bahkan memaksa mereka
untuk makan atau minum sesuatu dengan rasa yang tidak menyenangkan dan dengan
campuran yang menjijikkan, seperti darah, anggur dan kotoran domba. Proses ini
biasanya dilakukan oleh seorang dukun, pendeta atau orang yang dipercaya oleh
komunitas memiliki kekuatan magis.
Pandangan Ilmiah (Biologis)
Hippocrates
(460-377 SM) dianggap sebagai pencetus kedokteran modern karena tidak hanya
berfokus pada penyakit fisik saja, juga pada masalah psikologis. Ia yakin bahwa
ada empat bagian penting tubuh yang mempengaruhi fisik dan kesehatan mental,
yaitu darah (berasal dari jantung), empedu hitam (berasal dari anak limpa),
empedu kuning (berasal dari hati) dan lendir (berasal dari otak). Penyakit
disebabkan oleh kelebihan atau kekurangan cairan tubuh. Kelebihan empedu hitam
dapat membuat seseorang depresi (melankolis), kelebihan cairan kuning empedu
akan menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan cepat marah (koleris),
kelebihan lendir akan menghasilkan watak yang tenang, mendekati pribadi yang
acuh tak acuh (plegmatis), dan kelebihan darah akan menyebabkan seseorang
memiliki mood yang tidak stabil
(sanguinis).
Penanganan
untuk gangguan psikologis dilakukan dengan membersihkan tubuh dari kelebihan
cairan melalui metode-metode tertentu. Metode yang pertama adalah bleeding atau bloodletting, yaitu mengeluarkan darah dari dalam tubuh dengan
jumlah tertentu menggunakan bantuan lintah. Metode yang kedua adalah dengan
menginduksi muntah, dengan memakan tembakau dan kubis yang direbus setengah
matang. Penanganan lainnya yaitu dengan istirahat, gizi yang baik dan olahraga.
Pandangan
Hippocrates mendominasi konsep bidang kedokteran mengenai gangguan psikologis
selama 500 tahun. Meskipun demikian, pandangan ini ditentang oleh kepercayaan
yang lebih popular dalam pengaruh spiritual dan penanganan yang kejam serta
sadis pada orang-orang yang terganggu secara psikologis.
Claudius
Galen (130-200 Masehi) mengembangkan sebuah sistem pengetahuan kedokteran yang
mengadopsi pemikiran sebelumnya tentang gangguan psikologis dan fisik. Ia
meneliti anatomi untuk menemukan jawaban tentang cara kerja badan dan pikiran.
Pandangan Hippocrates dan Galen membentuk dasar model ilmiah mengenai perilaku
abnormal. Pandangan ini terkubur sampai pertengahan zaman, dan penjelasan
spiritual mengenai abnormalitas muncul kembali.
Zaman Pertengahan : Kemunculan
Kembali Penjelasan Spiritual
Selama
zaman pertengahan ini, terdapat kepercayaan pada pembedahan primitif yang
mempengaruhi spiritual. Orang-orang kembali pada takhyul, astrologi dan alkimia
(kimia abad pertengahan yang mendambakan kekekalan abadi) untuk menjelaskan
fenomena alami, termasuk penyakit psikologis dan fisik. Ritual gaib, pengusiran
setan dan pengobatan tradisional dipraktikkan secara luas. Keyakinan adanya
makhluk gaib yang menguasai tubuh digunakan untuk menjelaskan perilaku abnormal
ini. Dan orang yang meminta bantuan pada pendeta diperlakukan seperti seorang
pendosa, tukang sihir atu penjelmaan setan.
Pola
piker religius pada abad pertengahan ini memiliki sisi negatif dan positif.
Keyakinan akan adanya kerasukan makhluk gaib memperlakukan penderita sebagai
pendosa yang memiliki pengaruh yang berbahaya. Sedangkan pelajaran mengenai
kemurahan hati penganut kristiani dan kebutuhan untuk membantu orang-orang yang
sakit dan membutuhkan membentuk dasar penanganan yang lebih manusiawi.
Biara-biara menyediakan tempat tinggal bagi yang membutuhkan dan menerima
perawatan sederhana yang di tawarkan oleh para biarawan. Rumah bagi orang
miskin di bangun di seluruh Eropa dan sebagian dari rumah-rumah tersebut merupakan
perlindungan bagi orang-orang yang memiliki gangguan emosional.
Rumah
bagi orang-orang miskin ini kemudian dikenal dengan nama asylum. Salah satunya
yang terkenal adalah rumah sakit St. Mary of Bethlehem di London. Awalnya, pada
tahun 1247 rumah sakit ini di tujukan untuk orang miskin, kemudian pada tahun
1403 rumah sakit ini mulai menerima orang-orang yang saat itu di juluki sebagai
“orang gila”. Berabad-abad kemudian, istilah bedlam yang awalnya nama dari sebuah rumah sakit menjadi sinonim
dengan rumah kacau balau dan tidak manusiawi, tempat orang-orang dengan
gangguan psikologis mengalami penderitaan karena tidak mendapatkan perawatan.
Dengan bertambahnya penghuni rumah sakit dan kurangnya kepatuhan mereka, para
pekerja di rumah sakit menggunakan rantai dan hukuman lain untuk menjaga agar
para penghuni tetap dalam kendali.
Pandangan
biologis mengalami pasang surut selama berabad-abad setelah zaman Hippocrates
dan Galen. Pandangan ini muncul kembali pada abad ke-19 dengan ditemukannya
sifat dan penyebab sifilis, dan dukungan kuat dari psikiater Amerika yang
sangat dihormati, John P. Grey.
Pada
tahun 1854, Grey ditunjuk sebagai pengawas di The Utica State Hospital di New
York, rumah sakit terbesar di Amerika saat itu. Ia juga menjadi editor American Journal of Insanity, perintis American Journal of Psychiatry,
publikasi terkemuka dari American Psychiatric Association. Grey berpendapat
bahwa kegilaan selalu terkait dengan penyebab-penyebab fisik, sehingga pasien
sakit jiwa harus ditangani seperti pasien sakit fisik. Penanganannya berupa
istirahat, diet, dan suhu serta ventilasi ruang yang baik, pendekatan yang
digunakan oleh para terapis dalam pandangan biologis sebelumnya. Grey bahkan
menemukan kipas angin berotasi untuk ventilasi rumah sakitnya.
Rumah
sakitnya mengalami banyak perbaikan dan menjadi institusi yang lebih manusiawi
untuk ditinggali. Tahun-tahun berikutnya rumah sakit tersebut semakin besar dan
impersonal sehingga perhatian individual tidak di mungkinkan. Hal ini
mendasarkan direkomendasikannya agar rumah sakit itu di rampingkan.
Pada
tahun 1930-an, intervensi fisik berupa kejutan listrik dan bedah otak sering
digunakan. Efek-efeknya dan efek-efek obat baru ditemukan secara tidak sengaja.
Misalnya insulin yang kadang-kadanng diberikan untuk merangsang nafsu makan
pada pasien-pasien psikotik yang tidak mau makan tampaknya juga dapat
menenangkan mereka. Tahun 1927, seorang dokter di Wina, mulai menggunakan dosis
yang semakin besar hingga pasien mengalami konvulsi/kejang-kejang dan untuk sementara
mengalami koma. Sebagian di antara pasien tersebut secara mengejutkan pulih
kesehatan mentalnya berdasarkan atribusi pada konvulsi tersebut. Prosedur itu
kemudian dikenal dengan insulin shock
therapy (terapi kejutan insulin). Tapi prosedur ini kemudian ditinggalkan
karena menyebabkan koma berkepanjangan bahkan kematian. Pada tahun 1920-an,
Joseph von Meduna mengamati bahwa skizofrenia sangat jarang ditemui pada
penderita epilepsy (kemudian terbuktisama sekali tidak benar). Sebagian
pengikutnya menyimpulkan bahwa kejutan yang sengaja diinduksi pada otak mungkin
dapat mengobati skizofrenia. Dengan mengikuti petunjuk ini, dua dokter Italia,
Cerletti dan Bini pada tahun 1938 menangani seorang pasien depresi dengan
memberikan enam kejutan listrik kecil secara langsung ke otaknya dan
menghasilkan konvulsi. Pasien itu sembuh. Setelah mengalami beberapa modifikasi
penanganan dengan kejutan yang kemudian dikenal dengan ECT (electroconvulsive therapy atau terapi
konvulsi elektrik) ini masih digunakan hingga sekarang.
Pada
akhir abad ke-19, Grey dan rekan-rekannya mengurangi minatnya untuk menangani
pasien-pasien mental karena mereka menganggap gangguan mental merupakan akibat
patologi otak yang belum diketahui sehingga tidak dapat di obati. Satu-satunya
tindakan yang dapat dilakukan adalah merumahsakitkan pasien-pasien tersebut. Di
sekitar pergantian abad, beberapa perawat mendokumentasikan keberhasilan klinis
dalam menangani pasien mental dengan metode-metode psikologis. Tetapi mereka
tidak melanjutkan penanganan serupa pada pasien lain karena takut akan membuat
anggota kelurga pasien berharap terlalu tinggi akan kesehatan pasien.
Pandangan Humanisme : Terapi Moral
Pada
tahun 1950-an, para ilmuwan memperkenalkan obat yang mengendalikan beberapa
symptom yang melemahkan pada orang-orang dengan gangguan psikologis yang berat.
Dengan adanya laporan-laporan penurunan yang dramatis dari simptom-simptom ini,
obat ini segera digunakan dalam perawatan di rumah sakit jiwa. Obat ini
dianggap dapat memberikan solusi pada permasalahan yang terjadi selama
berabad-abad, yaitu bagaimana mengendalikan perilaku yang berbahaya dan aneh
dari orang dengan gangguan psikologis dan mungkin menemukan cara
menyembuhkannya. Tapi ternyata obat ini menimbulkan efek samping yang membahayakan
kondisi fisik, seperti menyebabkan kerusakan saraf yang tidak bias disembuhkan.
Tahun
1970, di samping berkembangnya pokok ilmu pengetahuan mengenai penyebab
perilaku abnormal, praktik yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari dalam
merawat pasien dengan gangguan psikologis terkadang kejam seperti pada zaman
pertengahan. Bahkan individu yang menderita gangguan psikologis ringan
ditempatkan pada tempat yang bernama “back
wards”, sebuah intuisi negara bagian yang besar dan impersonal, tanpa ada
perawatan yang memadai dan layak. Meskipun pasien tidak di rantai pada sel
mereka, mereka seringkali dikendaikan dengan obat penenang yang kuat dan baju
pengekang, jaket dengan bagian lengan yang cukup panjang sehingga dapat
mengikat sekeliling tubuh mereka.
Kemarahan
masyarakat yang terjadi karena penganiayaan di rumah sakit jiwa akhirnya
membawa pada kesadaran yang luas bahwa perubahan dramatis harus dilakukan dalam
pelayanan kesehatan mental. Kemudian
pemerintah mengambil langkah tegas pada tahun 1963 dengan mengambil tindakan
revolusioner di legislasi. Kebijakan mulai dirancang untuk memindahkan orang
keluar dari institusi menuju program yang tidak terlalu mengekang yang
melibatkan pasrtisipasi individu didalam masyarakat sehingga memberikan
kesempatan kepada mereka untuk melakukan kontak social dan interpersonal yang
baik. Proses ini disebut dengan deinstitutionalization movement.
Seperti
penanganan lainnya dalam merawat orang dengan gangguan psikologis sebelumnya,
program deinstitutionalization movement
ini tidak sepenuhnya berjalan dengan sukses. Program ini adalah awal dari
serangkaian kesengsaraan yang dialami oleh para pasien. Banyak program yang
diberikan sebagai alternaltif gagal dilaksanakan karena perencanaan yang tidak
adekuat dan pendanaan yang tidak memadai.
Dorothy
Dix (1802-1887) mengambil langkah pembaharuan. Ia memperjuangkan keberadaan
orang-orang sakit mental sehingga mendapatkan perhatian khusus dari negara.
Didirikannya rumah sakit jiwa di seluruh Amerika. Banyak pasien menghuni selama
hidup karena tidak sembuh. Intervensi cara moral, terapi dan perhatian saja
tidak cukup untuk mengatasi pasien sakit jiwa, sehingga cara-cara penggunaan
kekerasan dan tidak manusiawi kembali digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Davison, Gerald C. John
M. Neale. Ann M. Kring (2006). Psikologi Abnormal. Edisi
Kesembilan, Jakarta : Rajawali Pers
Durand, V. Mark dan
David H. Barlow. (2006). Intisari Psikologi Abnormal. Edisi
Keempat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hartosujono. Diktat
Psikologi Abnormal. Yogyakarta. Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar