Kamis, 30 Mei 2013

SEJARAH PSIKOLOGI ABNORMAL



PSIKOLOGI ABNORMAL SEPANJANG SEJARAH

Selama beribu-ribu tahun para pemikir besar dunia dari Plato hingga pemikir zaman terkini berusaha menjelaskan keanehan atau perilaku bermasalah pada manusia. Manusia beranggapan bahwa ada agen-agen tertentu di luar tubuh yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan emosi. Agen-agen dapat berupa dewa, setan-setan, roh atau fenomena lain seperti bulan atau bintang. Selain itu, sejak zaman Yunani kuno, pikiran manusia di anggap sebagai sesuatu yang terpisah dari tubuh, meskupun banyak orang yang berpikir bahwa pikiran dapat mempengaruhi tubuh dan tubuh dapat mempengaruhi pikiran.
Tiga tema penting dalam menjelaskan gangguan psikologis yang muncul dalam sejarah, yaitu pandangan bersifat mistis (supranatural), ilmiah (biologis) dan humanisme. Penjelasan mistis dari gangguan psikologis memandang bahwa perilaku abnormal pada manusia di dapat dari hasil pengaruh setan atau makhkluk halus yang jahat. Penjelasan dari segi ilmiah memandang bahwa perilaku tersebut terjadi karena adanya penyebab yang alami, yaitu ketidak seimbangan biologis atau tekanan emosional. Penjelasan humanisme memandang gangguan psikologis sebagai hasil dari kekejaman, Penolakan atau kondisi hidup yang miskin. Ketegangan antara tiga tema ini terjadi dalam sejarah.

Pandangan Mistis (Supranatural) : Perilaku Abnormal Dianggap sebagai Pengaruh Jahat
Perilaku menyimpang pernah di anggap sebagai refleksi pertempuran antara kebaikan dan kejahatan ketika seseorang dihadapkan pada perilaku yang tidak masuk akal dan tidak dapat di jelaskan, dan orang yang menderita tersebut tampak menderita dan mengalami pergolakan didalam dirinya, maka orang akan mempersepsinya sebagai roh jahat. Terdapat beberapa bukti arkeologi yang misterius. Pada tahun 8000 SM, selama zaman batu terdapat tengkorak yang memiliki lubang didalamnya. Kemudian terdapat tulang yang disembuhkan dekat dengan lubang tersebut. Dapat diindikasikan terjadi pembedahan pada orang-orang tersebut dan mereka dapat diselamatkan.
Pembedahan jenis ini di sebut trephining yang dilakukan sebagai cara untuk mengobati gangguan psikologis. Beberapa teori yang orang-orang pikirkan adalah roh jahat yang terperangkap dalam kepala menyebabkan perilaku abnormal dan melepaskan roh jahat tersebut akan menyebabkan orang tersebut kembali normal. Trephining dapat digunakan untuk mengobati masalah medis, karena efektif untuk menyembuhkan beberapa gangguan psikologis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan psikologis atau abnormalitas.  Praktik trephining tidak berakhir hanya pada zaman batu, namum juga dipraktikkan di seluruh dunia, dari zaman prasejarah sampai abad ke-18 untuk tujuan yang bersifat magis sampai medis.
Praktik lain yang digunakan pada masa kuno adalah mengusir roh jahat melalui ritual pengusiran setan. Prosedur dalam pengusiran ini lebih menyeruapi penyiksaan. Orang yang kerasukan tersebut dicambuk, dipukul dan ditangani dengan cara-cara ekstrem dengan maksud mengusir roh jahat untuk pergi. Bahkan memaksa mereka untuk makan atau minum sesuatu dengan rasa yang tidak menyenangkan dan dengan campuran yang menjijikkan, seperti darah, anggur dan kotoran domba. Proses ini biasanya dilakukan oleh seorang dukun, pendeta atau orang yang dipercaya oleh komunitas memiliki kekuatan magis.

Pandangan Ilmiah (Biologis)
Hippocrates (460-377 SM) dianggap sebagai pencetus kedokteran modern karena tidak hanya berfokus pada penyakit fisik saja, juga pada masalah psikologis. Ia yakin bahwa ada empat bagian penting tubuh yang mempengaruhi fisik dan kesehatan mental, yaitu darah (berasal dari jantung), empedu hitam (berasal dari anak limpa), empedu kuning (berasal dari hati) dan lendir (berasal dari otak). Penyakit disebabkan oleh kelebihan atau kekurangan cairan tubuh. Kelebihan empedu hitam dapat membuat seseorang depresi (melankolis), kelebihan cairan kuning empedu akan menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan cepat marah (koleris), kelebihan lendir akan menghasilkan watak yang tenang, mendekati pribadi yang acuh tak acuh (plegmatis), dan kelebihan darah akan menyebabkan seseorang memiliki mood yang tidak stabil (sanguinis).
Penanganan untuk gangguan psikologis dilakukan dengan membersihkan tubuh dari kelebihan cairan melalui metode-metode tertentu. Metode yang pertama adalah bleeding atau bloodletting, yaitu mengeluarkan darah dari dalam tubuh dengan jumlah tertentu menggunakan bantuan lintah. Metode yang kedua adalah dengan menginduksi muntah, dengan memakan tembakau dan kubis yang direbus setengah matang. Penanganan lainnya yaitu dengan istirahat, gizi yang baik dan olahraga.
Pandangan Hippocrates mendominasi konsep bidang kedokteran mengenai gangguan psikologis selama 500 tahun. Meskipun demikian, pandangan ini ditentang oleh kepercayaan yang lebih popular dalam pengaruh spiritual dan penanganan yang kejam serta sadis pada orang-orang yang terganggu secara psikologis.
Claudius Galen (130-200 Masehi) mengembangkan sebuah sistem pengetahuan kedokteran yang mengadopsi pemikiran sebelumnya tentang gangguan psikologis dan fisik. Ia meneliti anatomi untuk menemukan jawaban tentang cara kerja badan dan pikiran. Pandangan Hippocrates dan Galen membentuk dasar model ilmiah mengenai perilaku abnormal. Pandangan ini terkubur sampai pertengahan zaman, dan penjelasan spiritual mengenai abnormalitas muncul kembali.

Zaman Pertengahan : Kemunculan Kembali Penjelasan Spiritual
Selama zaman pertengahan ini, terdapat kepercayaan pada pembedahan primitif yang mempengaruhi spiritual. Orang-orang kembali pada takhyul, astrologi dan alkimia (kimia abad pertengahan yang mendambakan kekekalan abadi) untuk menjelaskan fenomena alami, termasuk penyakit psikologis dan fisik. Ritual gaib, pengusiran setan dan pengobatan tradisional dipraktikkan secara luas. Keyakinan adanya makhluk gaib yang menguasai tubuh digunakan untuk menjelaskan perilaku abnormal ini. Dan orang yang meminta bantuan pada pendeta diperlakukan seperti seorang pendosa, tukang sihir atu penjelmaan setan.
Pola piker religius pada abad pertengahan ini memiliki sisi negatif dan positif. Keyakinan akan adanya kerasukan makhluk gaib memperlakukan penderita sebagai pendosa yang memiliki pengaruh yang berbahaya. Sedangkan pelajaran mengenai kemurahan hati penganut kristiani dan kebutuhan untuk membantu orang-orang yang sakit dan membutuhkan membentuk dasar penanganan yang lebih manusiawi. Biara-biara menyediakan tempat tinggal bagi yang membutuhkan dan menerima perawatan sederhana yang di tawarkan oleh para biarawan. Rumah bagi orang miskin di bangun di seluruh Eropa dan sebagian dari rumah-rumah tersebut merupakan perlindungan bagi orang-orang yang memiliki gangguan emosional.
Rumah bagi orang-orang miskin ini kemudian dikenal dengan nama asylum. Salah satunya yang terkenal adalah rumah sakit St. Mary of Bethlehem di London. Awalnya, pada tahun 1247 rumah sakit ini di tujukan untuk orang miskin, kemudian pada tahun 1403 rumah sakit ini mulai menerima orang-orang yang saat itu di juluki sebagai “orang gila”. Berabad-abad kemudian, istilah bedlam yang awalnya nama dari sebuah rumah sakit menjadi sinonim dengan rumah kacau balau dan tidak manusiawi, tempat orang-orang dengan gangguan psikologis mengalami penderitaan karena tidak mendapatkan perawatan. Dengan bertambahnya penghuni rumah sakit dan kurangnya kepatuhan mereka, para pekerja di rumah sakit menggunakan rantai dan hukuman lain untuk menjaga agar para penghuni tetap dalam kendali.
Pandangan biologis mengalami pasang surut selama berabad-abad setelah zaman Hippocrates dan Galen. Pandangan ini muncul kembali pada abad ke-19 dengan ditemukannya sifat dan penyebab sifilis, dan dukungan kuat dari psikiater Amerika yang sangat dihormati, John P. Grey.
Pada tahun 1854, Grey ditunjuk sebagai pengawas di The Utica State Hospital di New York, rumah sakit terbesar di Amerika saat itu. Ia juga menjadi editor American Journal of Insanity, perintis American Journal of Psychiatry, publikasi terkemuka dari American Psychiatric Association. Grey berpendapat bahwa kegilaan selalu terkait dengan penyebab-penyebab fisik, sehingga pasien sakit jiwa harus ditangani seperti pasien sakit fisik. Penanganannya berupa istirahat, diet, dan suhu serta ventilasi ruang yang baik, pendekatan yang digunakan oleh para terapis dalam pandangan biologis sebelumnya. Grey bahkan menemukan kipas angin berotasi untuk ventilasi rumah sakitnya.
Rumah sakitnya mengalami banyak perbaikan dan menjadi institusi yang lebih manusiawi untuk ditinggali. Tahun-tahun berikutnya rumah sakit tersebut semakin besar dan impersonal sehingga perhatian individual tidak di mungkinkan. Hal ini mendasarkan direkomendasikannya agar rumah sakit itu di rampingkan.
Pada tahun 1930-an, intervensi fisik berupa kejutan listrik dan bedah otak sering digunakan. Efek-efeknya dan efek-efek obat baru ditemukan secara tidak sengaja. Misalnya insulin yang kadang-kadanng diberikan untuk merangsang nafsu makan pada pasien-pasien psikotik yang tidak mau makan tampaknya juga dapat menenangkan mereka. Tahun 1927, seorang dokter di Wina, mulai menggunakan dosis yang semakin besar hingga pasien mengalami konvulsi/kejang-kejang dan untuk sementara mengalami koma. Sebagian di antara pasien tersebut secara mengejutkan pulih kesehatan mentalnya berdasarkan atribusi pada konvulsi tersebut. Prosedur itu kemudian dikenal dengan insulin shock therapy (terapi kejutan insulin). Tapi prosedur ini kemudian ditinggalkan karena menyebabkan koma berkepanjangan bahkan kematian. Pada tahun 1920-an, Joseph von Meduna mengamati bahwa skizofrenia sangat jarang ditemui pada penderita epilepsy (kemudian terbuktisama sekali tidak benar). Sebagian pengikutnya menyimpulkan bahwa kejutan yang sengaja diinduksi pada otak mungkin dapat mengobati skizofrenia. Dengan mengikuti petunjuk ini, dua dokter Italia, Cerletti dan Bini pada tahun 1938 menangani seorang pasien depresi dengan memberikan enam kejutan listrik kecil secara langsung ke otaknya dan menghasilkan konvulsi. Pasien itu sembuh. Setelah mengalami beberapa modifikasi penanganan dengan kejutan yang kemudian dikenal dengan ECT (electroconvulsive therapy atau terapi konvulsi elektrik) ini masih digunakan hingga sekarang.
Pada akhir abad ke-19, Grey dan rekan-rekannya mengurangi minatnya untuk menangani pasien-pasien mental karena mereka menganggap gangguan mental merupakan akibat patologi otak yang belum diketahui sehingga tidak dapat di obati. Satu-satunya tindakan yang dapat dilakukan adalah merumahsakitkan pasien-pasien tersebut. Di sekitar pergantian abad, beberapa perawat mendokumentasikan keberhasilan klinis dalam menangani pasien mental dengan metode-metode psikologis. Tetapi mereka tidak melanjutkan penanganan serupa pada pasien lain karena takut akan membuat anggota kelurga pasien berharap terlalu tinggi akan kesehatan pasien.

Pandangan Humanisme : Terapi Moral
Pada tahun 1950-an, para ilmuwan memperkenalkan obat yang mengendalikan beberapa symptom yang melemahkan pada orang-orang dengan gangguan psikologis yang berat. Dengan adanya laporan-laporan penurunan yang dramatis dari simptom-simptom ini, obat ini segera digunakan dalam perawatan di rumah sakit jiwa. Obat ini dianggap dapat memberikan solusi pada permasalahan yang terjadi selama berabad-abad, yaitu bagaimana mengendalikan perilaku yang berbahaya dan aneh dari orang dengan gangguan psikologis dan mungkin menemukan cara menyembuhkannya. Tapi ternyata obat ini menimbulkan efek samping yang membahayakan kondisi fisik, seperti menyebabkan kerusakan saraf yang tidak bias disembuhkan.
Tahun 1970, di samping berkembangnya pokok ilmu pengetahuan mengenai penyebab perilaku abnormal, praktik yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari dalam merawat pasien dengan gangguan psikologis terkadang kejam seperti pada zaman pertengahan. Bahkan individu yang menderita gangguan psikologis ringan ditempatkan pada tempat yang bernama “back wards”, sebuah intuisi negara bagian yang besar dan impersonal, tanpa ada perawatan yang memadai dan layak. Meskipun pasien tidak di rantai pada sel mereka, mereka seringkali dikendaikan dengan obat penenang yang kuat dan baju pengekang, jaket dengan bagian lengan yang cukup panjang sehingga dapat mengikat sekeliling tubuh mereka.
Kemarahan masyarakat yang terjadi karena penganiayaan di rumah sakit jiwa akhirnya membawa pada kesadaran yang luas bahwa perubahan dramatis harus dilakukan dalam pelayanan kesehatan mental.  Kemudian pemerintah mengambil langkah tegas pada tahun 1963 dengan mengambil tindakan revolusioner di legislasi. Kebijakan mulai dirancang untuk memindahkan orang keluar dari institusi menuju program yang tidak terlalu mengekang yang melibatkan pasrtisipasi individu didalam masyarakat sehingga memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan kontak social dan interpersonal yang baik. Proses ini disebut dengan deinstitutionalization movement.
Seperti penanganan lainnya dalam merawat orang dengan gangguan psikologis sebelumnya, program deinstitutionalization movement ini tidak sepenuhnya berjalan dengan sukses. Program ini adalah awal dari serangkaian kesengsaraan yang dialami oleh para pasien. Banyak program yang diberikan sebagai alternaltif gagal dilaksanakan karena perencanaan yang tidak adekuat dan pendanaan yang tidak memadai.

Dorothy Dix (1802-1887) mengambil langkah pembaharuan. Ia memperjuangkan keberadaan orang-orang sakit mental sehingga mendapatkan perhatian khusus dari negara. Didirikannya rumah sakit jiwa di seluruh Amerika. Banyak pasien menghuni selama hidup karena tidak sembuh. Intervensi cara moral, terapi dan perhatian saja tidak cukup untuk mengatasi pasien sakit jiwa, sehingga cara-cara penggunaan kekerasan dan tidak manusiawi kembali digunakan.






DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C. John M. Neale. Ann M. Kring (2006). Psikologi Abnormal. Edisi
       Kesembilan, Jakarta : Rajawali Pers
Durand, V. Mark dan David H. Barlow. (2006). Intisari Psikologi Abnormal. Edisi
       Keempat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hartosujono. Diktat Psikologi Abnormal. Yogyakarta. Universitas Sarjanawiyata
       Tamansiswa







Tidak ada komentar:

Posting Komentar